Bagaimana Orang Orang Bisa Kecanduan Berbelanja Online Menggunakan E-Commerce : The Hook Model

TL;DR

Berbelanja online menggunakan e-commerce merupakan sebuah aktvitas yang semakin populer. Buktinya menurut data dari Badan Pusat Statistik bahwa dari tahun ke tahun jumlah transaksi meningkat. Jika ditinjau dari salah satu aspek dalam product development maka peningkatan jumlah transaksi ini terjadi karena keberhasilan dalam mengimplementasikan The Hook Model. Dengan menggunakan model ini maka pengguna e-commerce diarahkan untuk melakukan belanja online secara berulang hingga menjadi sebuah habit atau kebiasaan bahkan hingga pada level kecanduan. Menurut The Hook Model terdapat 4 fase untuk membentuk kebiasaan. Pengguna atau orang mengawali belanja online dari sebuah trigger. Trigger ini bisa berasal dari internal mapun eksternal, misalnya trigger karena adanya promo. Kemudian pengguna melakukan action atau melakukan transaksi. Hingga pada akhirnya pengguna mendapatkan reward dan terakhir adanya investment.

Background

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa selama tahun 2018 dari 13.485 usaha e-commerce terjadi transaksi belanja online sebanyak 24,82 juta dengan nilai pendapatan usaha sebanyak 17,21 triliun. Dari data tersebut bisa dikatakan bahwa rata-rata setiap usaha e-commerce melakukan transaksi sebanyak 1.841 kali dengan rata-rata nilai transaksinya sebanyak 694 ribu rupiah

Tingginya jumlah dan nilai transaksi pada e-commerce di atas dapat ditinjau dari beberapa aspek. Aspek pertama, semakin meratanya akses internet untuk penduduk Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2018 sekitar 39,90% penduduk Indonesia mempunyai akses internet. Ini meningkat sekitar 18% dibandingkan tahun 2015 yang hanya 21,98%. Aspek kedua yaitu kemudahan berbelanja online seperti hemat tenaga dan waktu, mudah dalam membandingkan harga dengan toko lain, dan punya varian barang yang lebih lengkap. Kemudian aspek ketiga terkait dengan kebiasaan berbelanja online. Ketika seseorang pernah berbelanja online kemudian mencoba untuk yang kedua, ketiga kali dan seterusnya maka belanja online akan menjadi kebiasaan. Inilah yang coba terapkan oleh e-commerce kepada pengguna agar melakukan belanja online secara berulang. Aspek ketiga juga bisa disebut dengan implementasi The Hook Model pada sebuah e-commerce. The Hook Model merupakan 4 fase yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk membangun kebiasaan, agar produk yang dikembangkan bisa menimbulkan efek candu bagi penggunanya tanpa bergantung pada iklan mahal.

How Habit Work

Berdasarkan pemaparan Charles Duhigg dalam buku yang berjudul The Power of Habit bahwa terdapat lingkaran kebiasaan seseorang yaitu kebiasaan dimulai dari adanya tanda (cue), pemicu yang memberitahu otak untuk memasuki mode otomatis dan kebiasaan mana yang harus digunakan. Kemudian ada rutinitas (routine), yang bisa jadi fisik, mental ataupun emosional. Terakhir, ada ganjaran (reward), yang membantu otak mengetahui apakah lingkar ini patut diingat untuk masa depan. Lama-kelamaan lingkar tanda ini semakin otomatis. Tanda dan ganjaran menjadi terkait sedemikian erat hingga muncul rasa antisipasi dan keinginan memperoleh sesuatu sangat kuat.

Kemudian ada The Hook Model, menurut Nir Eyal dalam buku Hooked : How to Build-Forming Products merupakan model yang dapat meningkatkan intensitas hingga menimbulkan kecanduan bagi seseorang dalam menggunakan sebuah produk. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa The Hook Model merupakan sebuah cara untuk mendeskripsikan interaksi pengguna dengan sebuah produk dengan melewati 4 fase yaitu adanya pemicu untuk menggunakan produk, tindakan untuk memuaskan pemicu, ganjaran/imbalan untuk tindakan yang telah dilakukan, dan beberapa jenis investasi yang pada akhirnya membuat produk menjadi berharga bagi pengguna.

Implementasi The Hook Model pada E-Commerce

Di Indonesia ada beberapa e-commerce di antaranya Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, Blibli yang mana setiap e-commerce tersebut telah mengimplementasikan The Hook Model agar pengguna mengalamai ketergantung hingga pada akhirnya jumlah transaksi meningkat. Berikut detail pembahasan implementasinya dalam setiap fase

Fase 1 : Trigger

Fase pertama trigger, dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu internal dan eksternal. Bagi e-commerce, seseorang melakukan melakukan transaksi pasti dimulai dari adanya trigger. Yang dapat dilakukan oleh e-commerce adalah memberikan trigger eksternal bagi pengguna. Mulai dari promosi di berbagai media, memberikan notifikasi barang terbaru, memberikan diskon-diskon, adanya kode refferal sehingga antar pengguna bisa saling merekomendasikan.

E-Commerce dapat melakukan promosi dengan berbagai cara. Cara pertama dengan membuat event setiap bulan misalnya promo 7.7 atau 10.10. Kemudian saat promo tersebut berlangsung melakukan siaran menggunakan berbagai siaran televisi untuk memperoleh exposure yang lebih luas. Selain itu promosi juga bisa dilakukan dengan diberbagai sosial media, web-web tertentu dengan memanfaatkan persona pengguna. Jadi saat pengguna melihat promosi tersebut maka akan muncul keinginan untuk berbelanja online.

Kemudian untuk trigger internal berasal dari dalam diri pengguna. Trigger ini akan memberikan dampak yang bersifat long term habit. Menurut Nir Eyal dalam podcast berjudul Hooked : Building a Habit Forming eCommerce Business - Nir Eyal bawah biasanya emosi negatif merupakan trigger internal yang cukup efektif. Misalnya ketika seseorang telah beberapa kali melakukan berbelanja online dengan memanfaatkan diskon kemudian dia secara psikologis akan merasa takut kehilangan diskon tersebut. Kemudian setiap kali orang tersebut hanya punya sedikit uang maka dia akan mencari diskon-diskon di berbagai e-commerce yang nanti pada ujungnya akan melakukan transaksi belanja online. Trigger internal juga bisa terjadi ketika pengguna merasakan malas, maka dia akan membuka e-commerce untuk melakukan belanja online.

Fase 2 : Action

Setelah adanya trigger, maka fase selanjutnya pengguna akan melakukan action. Pengguna akan melakukan pencarian produk yang diinginkan yang selanjutnya menambahkan ke keranjang belanja hingga akhirnya melakukan transaksi. Contoh lain dari action yang dilakukan oleh pengguna adalah ketika pengguna mendapatkan notifikasi produk sesuai dengan persona, maka pengguna akan melihat produk tersebut kemudian menambahkan ke keranjang belanja dan melakukan transaksi. Jadi sebuah action dapat berasal dari berbagai macam trigger, namun hasil akhirnya tetap sama yaitu melakukan transaksi.

Fase 3 : Reward

Reward didapatkan ketika pengguna melakukan action tertentu. Menurut Nir Eyal dalam buku Hooked : How to Build-Forming Products bahwa reward untuk pengguna dapat berbentuk pemecahan suatu masalah atau memperkuat motivasi pengguna untuk tindakan yang diambil pada fase sebelumnya. Dalam konteks belanja online pada e-commerce, reward dapat digambarkan menjadi sebuah pemecahan masalah jika belanja dilakukan secara offline. Misalnya harus menuju toko, bermacet-macetan di jalan, sulit untuk membandingkan produk dari satu toko ke toko lain. Rewardnya adalah kemudahan untuk melakukan hal tersebut. Tinggal membuat aplikasi e-commerce maka belanja online dapat dilakukan dengan mudah. Dengan kemudahan ini maka pengguna akan terjebak pada lingkaran habit, sehingga akan kembali pada fase trigger dan action.

Fase 4 : Investment

Pada fase ini pengguna menentukan apa yang bisa diberikan kepada sistem untuk memastikan pengguna tetap berada dalam siklus. Dalam konteks belanja online maka setelah pengguna melakukan transaksi maka barang akan dikirimkan oleh penjual. Setelah barang diterima maka pengguna akan membuka aplikasi untuk memberikan rating dan review.

Kebiasaan Berbelanja Online

Setelah The Hook Model di atas diimplementasi dengan baik oleh e-commerce kepada pengguna maka akan terjadi retention (belanja berulang). Hal paling mudah untuk membuktikannya dengan melihat data dari Badan Pusat Statistik. Terlihat bahwa pada tahun 2018 tercatat hanya sebanyak 15,08% usaha yang melakukan penjualan barang/jasa melalui internet (Statistik e-commerce 2019). Kemudian pada tahun 2019 tercatata 90,18% usaha yang melakukan penjualasan barang/jasa menggunakan internet (Statistik e-commerce 2020). Dari data tersebut dapat kita asumsikan bahwa semakin banyak usaha yang melakukan penjualan online maka telah terjadi peningkatan transaksi belanja online yang mana orang-orang telah mengalami ketergantungan berbelanja online.

Artikel ini merupakan kutipan dari artikel yang disubmit dalam UTS mata kuliah Komputer dan Masyarakat, prodi Magister Teknologi Informasi UGM tahun 2021

comments powered by Disqus